Keunikan Padepokan Dhammadīpa Ārāma
Oleh : Samanera Dhammalankaro
Perkembangan suatu agama tidak luput dari tugas misionaris bagi para pelaku keagamaan dalam setiap agama. Bagi agama Buddha, ceramah atau Dhammadesana merupakan salah satu tindakan ber-dana (the act of giving) tertinggi yang dapat dilakukan oleh seseorang. Tidak hanya itu, ceramah atau Dhammadesana juga menjadi tugas utama bagi semua umat Buddha, khususnya para bhikkhu, Samanera, dan Atthasilani. Kata Samanera berasal dari bahasa Pali yaitu samana dan nera. Samanera itu artinya ‘pertapa’, sedangkan nera berarti ‘putra’ atau kecil. Dalam KBBI Samanera adalah (calon rahib Buddha). Sebelum menjadi bhikkhu, umat Buddha menjadi Samanera terlebih dahulu, sehingga dapat dikatakan bahwa Samanera merupakan calon bhikkhu. Bhikkhu adalah umat Buddha yang melepaskan kehidupan duniawi dan memasuki jalan kehidupan menuju kesucian. Bhikkhu tersebut bertempat tinggal di vihara atau di tempat terpencil, mencukur rambutnya serta menggunakan jubah kuning.
Keberadaan Padepokan Dhammadīpa Ārāma dimulai sejak kedatangan seorang bhikkhu asal Thailand selatan yang bernama Phra Kru Atthacariyarukich (Bhante Win) pada bulan Waisak (sekitar bulan mei). Pada saat itu beliau mempunyai cita-cita luhur agar umat Buddha khususnya yang berada di wilayah Malang memiliki sebuah tempat ibadah yang layak dan patut dibanggakan, yang berada di suatu tanah yang lapang, berhawa sejuk, sepoi dan tidak hangar-bingar karena kebisingan kota.Cita-cita luhur beliau disambut dengan suka cita oleh umat Buddha di Malang dan Surabaya. Semenjak mengutarakan cita-cita luhur belia yang ternyata endapat sambutan yang baik maka beliaupun mulai mengumpulkan dana dari para donator. Pada saat itu Y.M. Somdet Phra Ñāṇasamvara menyerahkan dana sejumlah Rp. 202.240,-dengan uang tersebut maka dicarilah tanah yang sesuai dengan tujuan luhur tersebut.
Metode penelitian ini merupakan penelitian kepustakan dengan menggunakan sumber-sumber dan data-data seperti buku-buku, Artikel, dan jurnal-jurnal yang sudah ada dan memang mengarah ke sejarah awal mula bendirinya Padepokan Dhammadīpa Ārāma.
A. Dhammadīpa Ārāma tahun 1970-an
Keberadaan Padepokan Dhammadīpa Ārāma dimulai sejak kedatangan seorang bhikkhu asal Thailand selatan yang bernama Phra Kru Atthacariyarukich (Bhante Win) pada bulan Waisak (sekitar bulan mei). Pada saat itu beliau mempunyai cita-cita luhur agar umat Buddha khususnya yang berada di wilayah Malang memiliki sebuah tempat ibadah yang layak dan patut dibanggakan, yang berada di suatu tanah yang lapang, berhawa sejuk, sepoi dan tidak hangar-bingar karena kebisingan kota.Cita-cita luhur beliau disambut dengan suka cita oleh umat Buddha di Malang dan Surabaya.
Semenjak mengutarakan cita-cita luhur belia yang ternyata endapat sambutan yang baik maka beliaupun mulai mengumpulkan dana dari para donator. Pada saat itu Y.M. Somdet Phra Ñāṇasamvara menyerahkan dana sejumlah Rp. 202.240,-dengan uang tersebut maka dicarilah tanah yang sesuai dengan tujuan luhur tersebut.Tanggal 05 Juli 1971, terdapat tiga orang yang diserahi uang dan mendapatkan tugas untuk pembelian tanah guna pendirian vihara. Ketiga orang tersebut adalah Bhikkhu Agga Jinamitto, Bapak Djamal Bakir beserta Ibu Pandita Sri Hartini Dharmaniyani Djamal Bakir, mereka ini sebagai pemegang amanat umat.Pembelian tanah seluas 4400 M2 seharga Rp. 75,- (Tujuh Puluh Lima rupiah) per-M2 dari Bapak Dasuki dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 1971. Letak tanah tersebut berada di dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu. Sejak saat itulah dibentuk panitia pembangunan Vihara yang ditangani langsung oleh Pandita Muda Sri Hartini Dharmaniyani Djamal Bakir. Pada tanggal 15 Agustus 1971, dimulai pemancangan tiang pertama bangunan Veluvana sebagai Dhammasala pertama. Pemberian nama tersebut dilatar belakangi oleh bangunan utamanya yang seluruhnya terbuat dari bambu, kecuali atapnya yang dari genteng dan lantainya yang terbuat dari papan. Sekeliling vihara ditanami oleh bambu dan masih bisa dilihat hingga sekarang.
Tepat 35 hari setelah pemancangan tiang pertama selesai, dibangun Dhammasala, kuti yang berfungsi sebagai tempat tinggal bhikkhu dan juga ruang makan yang keseluruhannya menghabiskan dana sebesar Rp. 19.000,-maka pada hari itu tanggal 19 September 1971 diadakan syukuran bersama.Vihara mendapat kunjungan dari Presiden W.F.B. (World fellowship of Buddhist) Priences Poon Pismai Diskul (bibi Raja Thailand) pada tanggal 25 September 1971. Pada kunjungannya ini beliau memberikan hadiah sebuah Buddharupang setinggi ± 40 cm. pada hari itu pula diadakan upacara peresmian Padepokan Veluvana yang dihadiri oleh Māha Nayaka Māha saṇgha Indonesia yaitu Y.A. Sthavira Ashin Jinarakkhita.
Tahun 1972 Y.M. Phra Ñāṇavaraborn (Kicchara Māhathera) sebagai wakil ketua Wat bovoranives di Bangkok menghadiahkan sebuah Buddharupang dengan Samadhi Mudra setinggi satu meter yang dilapisi (kimpo) emas. Pada waktu itu Y.M. Phra Ñāṇavaraborn (Kicchara Māhathera) datang beserta upasika lain,dimana para upasika ini juga berdana altar berukir yang dilengkapi dengan semua peralatan upacara.Dibawah bimbingan Y.M. Bhikkhu Girirakkhito pada tanggal 06 s/d 15 Desember 1972 diadakan latihan Vipassana Bhavana untuk pertama kalinya yang diikuti oleh 25 peserta latihan.
Pada tahun 1973 tepatnya tanggal 28 Februari, vihara dikunjungi oleh perampok yang membawa kabur 2 buah Buddharupang dari Dhammasala Veluavana.Kejadian ini terjadi pada malam buta, para perampok mengancam penjaga yang hanya seorang diri.Sebagaiman diketahui bahwa Dhammasala ini terbuat dari dinding bambu dan pintu juga terbuat dari bambu. Tanggal 05 Maret 1973, Buddharupang yang besar ditemukan kembali di rumah perampok di kota malang, sedangkan Budharupang yang kecil tidak diketemukan hingga saat ini.
Buddharupang diserahkan kembali oleh Kapowil Malang kepada pengurus vihara pada tanggal 27 Maret 1973 dan disimpan di jalan Tapaksiring No. 22 B Malang.Tanggal 17 April 1973, berlangsung upacara penempatan kembali Buddharupang eramat tersebut di altar semula.Hingga saat ini Buddharupang tersebut masih berada diruang Dhammasala Veluvana.Sejak saat itu pula untuk pertama kalinya tinggal di Padepokan Veluvana Bhikkhu Agga Jinamitto. Kepergian Buddharupang selama 48 hari ternyata membawa berkah, dengan hilangnya Buddharupang tersebut maka nama Padepokan Veluvana menjadi berkembang cepat karena diekspose melalui berbagai surat kabar di Indonesia. Secara tidak langsung keluarnya Buddharupang dari Dhammasala Veluvana sebagai Dhammaduta, sejak kejadian itu banyak umat Buddha yang berkunjung di Padepokan Veluvana dan dana-dana makin mengalir.
Tanggal 07 September 1975, terbentuk panitia pembangunan Dhammasala yang terdiri 4 serangkai sebagai lambing persatuan. Empat serangkai tersebut ialah Lwie Siek Yan, Liauw Tiek Sun, Drs. Djamal Bakir dan Herman Satriyo Endro, S.H. Pada bulan ini juga tepatnya tanggal 20 dilakukan peletakan Batu Pertama Pembangunan Dhammasala.
Tanggal 16 mei 1976, diresmikan Dhammasala Veluvana si hutan bambu yang dihadiri oleh Bupati Malang yaitu R. Soewigyo dan para undangan antara lain; Ketua Umum Perbudhi (Perhimpunan Buddhis Indonesia) Bapak Suraji Ariakertawidjaja, Y.M. Bhante Girirakkhito dan 6 Bhikkhu dari tahiland. Keenam Bhikkhu dari Thailand tersebut ialah Phra Vimosilahara Māhathera, Phra Suvirayan Māhathera, Phrakru Doruthon Sombat, Phrakru Vimolasith Māhathera, Prhakru Prhsong, dan Phra Piyadharo.
Atas saran Somdet Phra Ñāṇasamvara maka vihara Veluvana Ārāma, sejak peresmian Dhammasala tanggal 16 Mei 1976 diubah menjadi Dhammadīpa Ārāma.Ārāma yang berarti hutan, sedangkan Dīpa berarti pelita atau penerangan dan juga berarti pulau, palau tampat bagi manusia untuk tinggal dan hidup daripadanya. Jika kita menjadikan Dhamma sebagai pulau berarti kita hidup dalam Dhamma.Sang Buddha bersabda: “Dhammadīpa Dhammasarana Anaññasarana” yang berarti Jadikanlah Dhamma Pulau Bagi Dirimu, Jadikanlah Dhamma Sebagai Perlindunganmu, Jangan Mencari Perlindungan Yang Lain. (Māhaparinibbāna Sutta II,26).
Yayasan Dhammadīpa Ārāma diresmikan pada tanggal 06 Juli 1976 dengan Akta Notaris Djoko Supadmo Surabaya dengan Herman S. Hendro sebagai ketua dan Drs. Djamal Bakir sebagai sekretarisnya. Tanggal 26 Mei 1988 ada perubahan Akta Notaris Handoko, S.H. Malang dengan ketua Yayasan Bhikkhu Khantidharo, terakhir ada perubahan lagi dengan Akta Notaris Ambar Pawittri, S.H. dengan ketua Yayasan Bhikkhu Viriyadharo pada tanggal 14 September 2002.
B. Dhammadīpa Ārāma tahun 1990-an
Bhikkhu Kantidharo menetap di Padepokan Dhammadīpa Ārāma sejak tahun 1992, dan sejak tahun 1992 itulah mulai dibangun kuti-kuti para Bhikkhu dan untuk umat peserta latihan Vipassana (semuanya dibangun dari kayu besi/ulin). Kayu besi/ulin merupakan kayu dengan kualitas tertinggi karena anti rayap dan anti air, sehingga bisa bertahan hingga ratusan tahun.
Tahun 1995 diresmikan bangunan khusus segi delapan untuk meditasi (dengan nama Bhavana Sabha). Bhavana berarti pengembangan batin, sedangkan Sabha artinya ruangan atau tempat.Jadi Bhavana Sabha dapat diartikan sebagai ruangan yang khusus digunakan untuk melatih mengembangkan batin khususnya Meditasi Vipassana Bhavana.Segi delapan melambangkan Jalan Tengah yang Berunsur Delapan (disingkat Sīla, Samadhi dan Pañña).Dal`m ruangan ini terdapat ukiran dari kayu ulin di keempat sisi baik bagian luar maupun dalam.Pada sisi dalam tertera empat peristiwa penting yaitu saat Pangeran Siddharta berjumpa dengan orang tua, orang sakit, orang meninggal dan seorang petapa.Sisi luar tertera ukiran pada saat Pangeran Siddharta lahir di Taman Lumbini, saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna di Bodhgaya, saat Beliau untuk pertama kalinya kotbah di Isipatthana, dan saat Beliau Parinibbana di Kusinara.
Tanggal 28 November 1997 diresmikan Uposathagara, Reclining Buddha, dan Balekambang (ruang serba guna) yang dihadiri oleh para Bhikkhu baik dari dalam maupun luar negeri. Uposathagara adalah bangunan khusus yang digunakan untuk upacara-upacara kebhikkhuan (Upasampada, Patimokkha dll).Pada bangunan ini terdapat sima atau batas, yang terdiri dari 9 titik dan telah dibacakan paritta oleh ± 64 Bhikkhu dari Saṇgha Thailand dan Saṇgha Theravada Indonesia.Sejak saat itulah diadakan pentahbisan para bhikkhu baru di Uposathagara ini dua tahun sekali bergantian dengan petahbisan bhikkhu di Uposathagara Vihara Dhammacakkha Jaya di Jakarta Utara.
Reclining Buddha adalah salah satu bentuk atau sikap Meditasi yang dilakukan Sang Buddha sebelum Beliau Parinnibana. Sebelum Parinnibana Beliau bersabda: “Vaya Dhamma Sankhara, Appamadena Sampadeta” yang berbararti “Hidup Ini Adalah Tidak Kekal, Untuk Itu Berjuanglah dengan Sungguh-Sungguh Untuk Mencapai Kebebasanmu”. Demikian sabda terakhir Sang Buddha yang ditulis dalam Māhaparinibbana Sutta.
Balekambang adalah tempat atau ruangan terbuka di atas sebuah kolam yang dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan, khhususnya sebagai tempat meditasi, rapat, diskusi Dhamma, dan lainnya.
C. Dhammadīpa Ārāma tahun 2000-an
Museum Dhammadasa
Pada lahan seluas ± 640 M (meter persegi) membujur dari Barat ke Timur dibangunlah Museum Dhammadasa.Kedalaman tanah ini kurang lebih 2 ½- 3 M di bawah permukaan tanah dari lahan yang ada.Dengan kondisi tersebut timbullah ide untuk membangun Museum di bawah tanah atau basement museum.
Ide pembangunan Museum tersebut merupakan inspirasi dari Museum bawah tanah yangterdapat di Vihara Fo Kuang Shun (Taiwan). Berdasarkan pengalaman Bhante Khantidharo yang berkenan mengunjungi Museum yang sangat indah, luas dan lengkap di kota itu pada tahun 1992. Tentunya Museum Dhammadasa ini sendiri bukan apa- apa jika dibandingan dengan Museum Fo Kuang Shun.Pertimbangan lain yang mendasari pembangunan Museum ini karena banyaknya cinderamata yang terkumpul selama 30 tahun Dhammadipa Ārāma berdiri, dengan demikian diperlukan tempat khusus untuk memajang semua itu.Nama Dhammadasa berasal dari dua kata yaitu: Dhamma dan Adasa. Dhamma berarti Kesunyataan dan Adasa berarti Cermin, sehingga Dhammadasa mengandung maksud bahwa setiap orang yang berkunjung ke Museum Dhammadasa dapat melihat Dhamma sebagai kesunyataan hidup, suatu ajaran tentang kebenaran. Nama ini diberikan oleh YM.Mahanayaka Sri Paññavaro Mahathera.
Fasilitas – fasilitas yang tersedia :
- Ruang Perpustakaan
Dengan adanya Ruang Perpustakaan ini maka sangat membantu para mahasiswa STAB Kertarajasa dan umat Buddha/ maupun pengunjung Padepokan Dhammadīpa Ārāma untuk mendalami Dhamma. - Ruang Rapat Saṅgha
Ruang ini berfungsi untuk Rapat-rapat Saṅgha dan Rapat Yayasan/ Dayaka Sabha Vihara.Di dalamnya terdapat foto-foto para bhikkhu anggota Saṅgha Theravada Indonesia. - Ruang Dhammadīpa Ārāma
Dalam ruangan ini terdapat kenangan sejarah perkembangan Padepokan Dhammadīpa Ārāma yang dilengkapi dengan gambar-gambar dan foto-foto. - Ruang Myanmar
Dalam ruangan ini terdapat berbagai barang tradisi Buddhis Myammar. Di ruangan ini juga terdapat contoh bhikkhu juga sayalay yang terbuat dari patung lilin. - Ruang China
Ruang Tradisi China atau Tiongkok ini menyimpan barang-barang tradisi Buddhis Mahayana. - Ruang Srilanka
Ruang Tradisi Srilangka ini menyimpan barang-barang tradisi Buddhis Srilangka juga terdapat patung lilin yang memberikan informasi tentang jubah yang digunakan oleh Bhikkhu dalam tradisi Srilangka. - Ruang Thailand
(Di dalam ruangan 4,5,6,7 tersimpan altar masing-masing negeri Buddhis tersebut dengan budaya yang berbeda antara satu dengan lainnya.) - Ruang Antar Negara
Di ruangan ini akan disimpan kegiatan-kegiatan Internasional yang berupa foto-foto kegiatan yang diikuti oleh Saṅgha Theravada Indonesia. - Ruang Antar Daerah
Di Ruangan ini disimpan foto-foto dari berbagai vihara theravada di Indonesia. - Ruang Foto Candi- Candi Buddhis
Ruang ini menyimpan beberapa gambar dan benda peninggalan candi-candi Buddhis di Indonesia. - Ruang Relik
Dalam ruangan ini disimpan relik-relik dari sisa kremasi tubuh Buddha beserta para siswanya. - Ruang Perintis Dhammadīpa Ārāma
Di ruangan ini tersimpan barang-barang peninggalan mendiang Upāsika Pandita Dhammadhaja Dhammaniyani Sri Hartini, yang telah wafat pada tahun 1993.Mendiang adalah salah satu tokoh perintis dan pembabar Dhamma sejak berdirinya Padepokan Dhammadīpa Ārāma hingga akhir hayatnya. Salah satu partisipasi mendiang sebagai perintis terwujud melalui pembelian tanah awal seluas 4400 M(persegi) dibeli dari Almarhumah Bapak Dasuki yang kemudian diatas namakan Mendiang bersama Bhante Agga Jinamitto. Patirupaka Swhedagon Pagoda
Peresmian Patirupaka Swedagon Pagoda dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2004 peristiwa ini bersamaan dengan moment peletakan Batu pertama Pembanguna Kampus STAB Kertarajasa yang dihadiri oleh Sayadaw U Kumara Bhivamsa, U Janaka Bhivamsa, Tipitakadhara dari Myanmar, Umat buddha Myanmar, Duta Besar Myanmar di Jakarta, Para Bhikkhu Sangha Theravada Indonesia dan Sekjen KASI Y.M. Bhiksu Pradñjavira dan Umat Buddha dari berbagai daerah di Indonesia.
Ide mendirikan Replika Swhedagon Pagoda di Padepokan Dhammadipa Arama ini muncul pada kesempatan berbincang-bincang dengan Letjen. Khin Nyut, The Fist Secretary of State Peace and Development Council (Perdana Menteri) serta U Aung Khin, Menteri Agama Myanmar, dalam kunjungan Bhikkhu Khantidharo ke Myanmar pada bulan November tahun 2000.
Pada kesempatan itu Bhikkhu Khantidharo mohon agar diberi izin untuk membangun Replika Shwedagon Pagoda. Permohonan itu disambut dengan baik dan akhirnya disepakati akan dibangun Replika Swhedagon Pagoda yang tingginya 15 m dan lantai dasarnya 18 m.
Thupa (bahasa Pali) atau stupa (bahasa Sansekerta) dikenal dengan berbagai nama: Chedi di Thailand, Zedi di Myanmar, Dagoba di Srilanka, Chorten di Tibet, dalam bahasa Inggris sering disebut dengan istilah Pagoda. Patirupaka Shwedagon pagoda merupakan replika atau tiruan dari Shwedagon Pagoda yang ada di Myanmar dengan ukuran ±1/10 dari ukuran asli di Myanmar. Patirupaka Shwedagon Pagoda yang ada di Padepokan Dhammadipa Arama merupakan Pagoda pertama di Indonesia, atas prestasinya yang luar biasa inilah Y.M. Khantidharo Thera memperoleh penghargaan dari Muri (Museum Rekor Indonesia) sebagai Pemrakarsa berdirinya bangunan Patirupaka Shwedagon Pagoda yang pertama di Indonesia.
Patirupaka Swhedagon Pagoda terdiri dari 3 lantai; lantai pertama/dasar terdapat 21 ruang khusus untuk berlatih meditasi duduk bagi wanita, tepat di tengah pagoda terdapat sumur suci yang telah difilter dan siap untuk diminum; disebut sumur suci karena setiap pagi-malam dibacakan paritta, dan dikelilingi oleh tempat suci untuk orang yang berlatih meditasi; selain itu juga sumur suci posisinya lurus (vertikal) dengan penyimpanan Relik Sang Buddha. Sedangkan di sekeliling lantai pertama ini juga menepel foto-foto sejarah pembangunan Pagoda hingga peresmian.
Pada Lantai kedua terdapat 7 altar Buddha sesuai dengan hari (Senin-Minggu). Selain itu di sekeliling ruangan pada lantai kedua terdapat pintu kaca ukir yang mengisahkan tentang Riwayat Hidup Buddha Gautama dan Gambar delapan simbol yang memberikan harapan/Asta Manggala. Sedangkan pada lantai ketiga/paling atas berdiri dengan megah Stupa besar yang menyimpan Relik Sang Buddha serta ada ruangan yang disebut Ganda Kuti, sebuah ruang khusus yang tidak setiap orang diperkenankan masuk.
Pagoda ini disebut juga sebagai Pagoda Kedamaian karena,”Siapapun yang datang berkunjung ke Stupa (Pagoda) dimana disimpan Relik Sang Tathagatha dengan membawa bunga, dupa atau kayu cendana dan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Tathagata, maka ia akan merasa damai, tenang, tentram dan bahagia dalam waktu yang cukup lama. (Mahaparinibbana Sutta/D.11.16).
Bangunan Pagoda Kedamaian ini merupakan hasil karya kreasi dan keterampilan dari seorang Arsitek Wanita, yaitu Ibu Ir. Shelly Gunavati Hartono, M. B.A., M.T., M.M. dibantu oleh tiga orang teknisi dari Myanmar yaitu: U Mya Lwin, Maung Maung Khin, U Myint Zaw Oo.
Dari Pagoda ada Lorong yang menghubungkan dengan Museum. Lorong ini berkelak-kelok dan terasa sangat sejuk karena di bangun di bawah tanah, di atas Museum berdiri Kuti-kuti untuk peserta latihan meditasi vipassana Bhavana dan sekaligus menjadi objek Wisata Religius.
- STAB Kertarajasa
Keberadaan Patirūpaka Shwedagon Pagoda dan Kampus STAB Kertarajasa di dalam Padepokan Dhammadīpa Ārāma diharapkan mampu menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Buddhis. Adapun manfaat dari berbagai sarana tersebut adalah:
- Sebagai pusat meditasi untuk pembinaan mental spiritual.
- Sebagai pusat pendidikan dan pengembangan intelektual Buddhis.
- Sebagai pusat pengembangan budaya yang bernuansa spiritual.
- Sebagai wisata religi yang bernuansa Buddhis.
Dhammasala Veluvana (Renovasi ke-II)
Dhammasala Veluvana yang dibangun pada tahun 1971 merupakan bangunan semi permanen karena kebutuhan yang mendesak dengan dana yang sangat terbatas, direnovasi lima tahun kemudian yaitu tahun 1976. Berdirinya Dhammasala Lumbini yang lebih tinggi dan mewah menyebabkan Dhammasala Veluvana menjadi kontras dan membuat pandangan kurang nyaman. Oleh sebab itu timbul usalan dan saran dari berbagai pihak agar Dhammasala Veluvana di bongkar. Namun, ada pula pihak yang kurang setuju pembongkaran tersebut karena Dhammasala ini dirasa adalah sejarah yang membuat Dhammadipa terkenal dimana-mana. Alasannya karena pada bulan februari 1972 Buddharupang yang pertama dalam altar dicuri orang dan pada tahun 26 Juli 2003 Buddharupang dalam altar dilempar bom oleh seseorang. Beruntung bom meleset terkena sisi dinding belakang Buddharupang sehingga Buddharupang sendiri tidak rusak, hanya plafon yg sedikit berantakan. Kedua peristiwa ini membuat Padepokan Dhammadipa Arama semakin terkenal. Dhammasala Veluvana juga telah banyak berhasil mengantar umat Buddha untuk memahami Dhamma lebih mendalam melalui program meditasi yang diselenggarakan. Tarik ulur panjang terjadi dan akhirnya renovasi adalah solusi yang dipilih. Maka, renovasi kedua Dhammasala Veluvana dilakukan pada awal tahun 2007. Seusai pemugaran, Dhammasala ini tetap digunakan untuk meditasi, puja bakti dan semua kegiatan vihara.
- Dhammasala Lumbini